Budidaya Udang Vaname ( Litopenaeus vannamei)
1.
Sejarah
Udang Vaname
Udang vannamei (Litopenaeus vannameii) berasal dari daerah
subtropis pantai barat Amerika, mulai dari Teluk California di Mexico bagian
utara sampai ke pantai barat Guatemala, El Salvador, Nicaragua, Kosta Rika di
Amerika Tengah hingga ke Peru di Amerika Selatan. Udang vannamei resmi
diizinkan masuk ke Indonesia melalui SK Menteri Kelautan dan Perikanan RI. No.
41/2001, dimana produksi udang windu menurun sejak 1996 akibat serangan
penyakit dan penurunan kualitas lingkungan.pemerintah kemudian melakukan kajian
pada komoditas udang laut jenis lain yang dapat menambah produksi udang selain
udang windu di Indonesia.
Posisi Indonesia yang terletak di garis khatulistiwa dengan
musim hujan dan kemarau yang tetap, menyebabkan Indonesia mampu memproduksi udang
vannamei sepanjang tahun. Produksi tersebut disesuaikan dengan kondisi dan
karakteristik lahan masing-masing. Udang vannamei pada awalnya dianggap tahan
terhadap serangan penyakit. Namun dalam perkembangannya, udang vannamei juga
terserang WSSV (White Spot Syndrome Virus),
TSV (Taura Syndrome Virus), IMNV (Infectious Myo Necrosis Virus), vibrio, dan penyakit terbaru yaitu EMS (Early Mortality Syndrome).
Berikut ini
adalah tahapan-tahapan dalam budidaya udang vaname di tambak, diantaranya
adalah sebagai berikut:
1.1
Pemilihan
Lokasi dan Desain Lahan
Pemilihan Lokasi dan desain lahan diantaranya adalah sebagai
berikut:
a.
Pemilihan
Lokasi
Pemilihan lokasi untuk budidaya udang vaname memiliki
beberapa kriteria, kriteria tersebut diantaranya:
1) Dekat
dari sumber air, baik berasal dari sungai atau dari laut dan bebas dari banjir
dengan jumlah cukup selama proses budidaya. Sumber air tidak tercemar dan
berkualitas bagus.
2) Tidak
melakukan pengambilan air tanah untuk pengairan tambak, yang dapat menyebabkan
intrusi air asin ke dalam akuifer air tawar, serta runtuhnya tanah permukaan.
3) Terdapat
jalur hijau yang memadai. Penanaman mangrove di saluran air untuk menetralisir
pencemaran. Penanaman mangrove di pematang juga akan memperkuat tekstur
pematang.
4) Tekstur
tanah yang baik yaitu liat berpasir, dengan fraksi liat minimal 20% agar tanah
tidak porous (dapat menahan air).
5) Memastikan
tanah tidak mengandung pyrit/zat besi. Pyrit ditandai munculnya warna kuning
keemasan yang berlebihan pada tanah. Kandungan pyrit diatasi dengan cara
reklamasi, yaitu melakukan pengeringan, pembalikan dan pencucian tanah, serta
pembuangan air secara berulang.
6) Akses
transportasi yang mendukung.
7) Ukuran
petakan tambak diupayakan tidak terlalu besar untuk memudahkan pengawasan dan
pemeliharaan. Terdapat sistem pemasukan air (inlet) dan pengeluaran air
(outlet) secara terpisah. Pemasukan dan pengeluaran air dapat didukung dengan
penggunaan pipa dan atau bantuan pompa.
b.
Desain,
Tata Letak Kolam
Ketinggian pematang sebaiknya 2,5 m dengan lebar 1,5 - 2 m.
Dengan konstruksi tersebut, pematang mampu menampung air dengan kedalaman
sekitar 1 m serta memungkinkan untuk penanaman mangrove di pematang. Ukuran
luasan petak (muka air) tambak umumnya 0,3 - 0,5 ha, berbentuk segi panjang
atau bujur sangkar. Berikut ini adalah contoh dari Desain dan tata letak kolam
tambak terlihat pada gambar 1, diantaranya:
Gambar 1. Desain dan Tata Letak Kolam Tambak
c.
Instalasi
Pengelolaan Air Limbah
IPAL berdasarkan Kepmen 28/2005 Tentang Pedoman Umum
Budidaya Udang di Tambak, yaitu harus ada Manajemen Efluen dan Limbah Padat,
untuk memenuhi standar kualitas air yang dibuang ke laut, yaitu :
1.2
Persiapan
Lahan
Persiapan lahan pada budidaya udang vaname diantaranya
adalah sebagai berikut:
a.
Perbaikan
Kontruksi Tambak
Tahapan dalam perbaikan kontruksi tambak diantaranya adalah
sebagai berikut:
1) Kondisi
pematang harus kuat dan tidak boleh terdapat kebocoran, jika terjadi kebocoran
maka segera lakukan perbaikan.
2) Meninggikan
tanggul jika air pasang telah mencapai dan mendekati ketinggian tanggul.
3) Perbaikan
pintu air dilakukan jika terdapat kerusakan pada konstruksi sistem pemasukan
dan pengeluaran air serta pergantian sarungan yang rusak.
4) Kemiringan
dasar tambak diarahkan ke pintu pengeluaran untuk memudahkan penyimpanan sisa
pakan dan kotoran ke luar tambak.dasar tambak juga di desain model
konikal(bagian tengah lebih rendah di bagian pinggir) untuk mempermudah
pembuangan limbah tambak melalui pipa tengah tambak (central drain). Berikut ini
adalah gambaran mengenai dasar dari konstruksi tambak yang terlihat pada gambar
2, diantaranya:
Gambar 2. Dasar dari Konstruksi Tambak
b.
Pengeringan
Tambak
Pengeringan dasar tambak bertujuan untuk memperbaiki
kualitas tanah dasar tambak maupun untuk mematikan hama dan penyakit di dasar
tambak. Pengeringan dilakukan sampai tanah dasar terlihat
pecah-pecah/retak-retak (kandungan air 20%), warna cerah dan tidak berbau; atau
bila dilakukan pemeriksaan laboratorium kandungan bahan organik kurang dari
12%. Jika terdapat endapan lumpur hitam di dasar tambak, harus diangkat dan
dibuang ke luar petakan tambak, untuk menghilangkan sisa bau lumpur dapat
digunakan cairan molase (tetes tebu).
c.
Perbaikan
pH Lahan Tambak
Mengukur pH tanah
pada beberapa titik yang berbeda menggunakan alat ukur pH (pH soil tester).
Pengapuran dilakukan untuk menaikkan pH minimal 6. Agar lebih akurat, dapat
menggunakan pH fox (penambahan hidrogen peroksida sebanyak 5 tetes).
d.
Pengapuran
Pengapuran memiliki beberapa manfaat, diantaranya adalah
sebagai berikut:
1) Mempercepat
proses penguraian bahan organik.
2) Mengikat
gas asam arang (CO2) yang dihasilkan oleh pembusukan bahan organik
3) dan
pernafasan biota air.
4) Mematikan
bakteri dan parasit.
5) Mengikat
partikel-partikel
6) Meningkatkan
pH tanah
Pengapuran susulan dilakukan pada saat alkalinitas air
kurang dari 100 mg/l atau setelah hujan lama. Kapur dolomit sering digunakan
dalam pengapuran susulan. Kegunaan dolomit diantaranya:.
a) Peningkatkan
pH air tidak terlalu drastis.
b) Meningkatkan
daya sanggah air.
c) Menyediakan
Ca dan Mg yang sangat diperlukan udang vannamei dalam pembentukan kulitnya.
d) Membantu
menumbuhkan plankton yang baik bagi air tambak.
e) Dosis
penambahan kapur dolomit, yaitu 3 mg/l.
a.
Pemupukan
Pemupukan bertujuan untuk memperbaiki kualitas air,
meningkatkan suplai pakan alami berupa plankton (mengurangi ransum pakan
buatan).
1.1
Pembenihan
Udang Vaname
Pembenihan Udang vaname terdiri atas pengangkutan benih dan
penebaran benih, diantaranya:
a.
Pengangkutan
Benur
Pengangkutan benih/benur memiliki beberapa syarat, syarat
tersebut diantaranya:
1) Pastikan
alat yang dipakai untuk mengangkut benur, seperti plastik, styrofoam, kardus
dalam kondisi bersih dari sumber pencemaran.
2) Pastikan
kendaraan pengangkut benur tidak digunakan untuk mengangkut bahan yang
berbahaya, seperti bahan kimia dan pupuk, yang dapat mengkontaminasi benur.
3) Jumlah
benur PL 10 – 12 dalam kantong plastik berkisar 2000 – 3000
Ind./liter untuk transportasi jarak dekat (pengangkutan di bawah 12 jam).
Sedangkan untuk transportasi jarak jauh (pengangukutan > 12 jam), lebih
diutamakan ukuran benur yang lebih kecil (PL 9) dengan kepadatan dalam kantong
plastik berkisar 2000 – 3000 ind./liter.
4) Lakukan
penurunan suhu air media angkut 0 hingga 24 C untuk pengangkutan benur lebih
dari 3 jam perjalanan. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi metabolisme.
5) Salinitas
media angkut minimal 25 ppt untuk perjalanan lebih dari 12 jam dan minimal 20
ppt untuk pengangkutan jarak dekat.
6) DO
air media angkut sampai di tempat tujuan minimal 4 ppm; perbandingan air dan
oksigen dalam kantong plastik (wadah angkut) adalah 1 : 3 untuk perjalanan
maksimum 15 jam; apabila perjalanan lebih dari 15 jam sebaiknya dilakukan
b.
Penebaran
Benur
Penebaran
benih udang vaname memiliki beberapa tahapan, tahapan tersebut diantaranya:
1) Padat
penebaran budidaya udang 2 vannamei umumnya 60 – 100 ind./m .
2) Penebaran
benur dilakukan setelah air dalam tambak siap, ditandai dengan warna hijau
cerah/cokelat muda.
3) Penebaran
diawali dengan proses aklimatisasi suhu media angkut benur dengan cara
mengapungkan kantong plastik ke perairan tambak.
4) Adaptasi
salinitas dengan cara memasukkan air tambak ke dalam kantong plastik secara
bertahap, hingga salinitas air dalam kantong plastik relatif sama dengan
salinitas air di tambak.
5) Pelepasan
benur ke tambak dengan menenggelamkan kantong plastik ke air tambak secara perlahan.
Benur keluar dengan sendirinya ke air tambak. Sisa benur yang tidak keluar dari
kantong, dibantu pengeluarannya secara hati-hati.
6) Penebaran
benur tidak dilakukan pada area tambak yang tidak terdapat arus (titik mati).
Untuk mempercepat proses aklimatisasi benur, sebaiknya pembudidaya memesan
hatchery untuk menurunkan salinitas air di hatchery mendekati salinitas air di
tambak (maksimal perbedaan salintas sebesar 5 ppm).
Berikut ini adalah gambaran menegnai proses aklimitisasi
yang terlihat pada gambar 3, diantaranya:
Gambar 3. Proses Aklimitisasi Pada Udang Vaname
1.4 Pemeliharaan
Udang Vaname dan Pengelolaan Pakan
Pakan yang baik adalah pakan yang mengandung nutrisi
lengkap, tidak rusak dan tidak berjamur. Sebaiknya menggunakan pakan dari
perusahaan yang telah memperoleh sertifikat dari Direktorat Jenderal Perikanan
Budidaya (DJPB). Pakan disimpan pada tempat yang terlindung, kering, dan bebas
dari hewan pengganggu, seperti tikus, ayam dan serangga, karena dapat
menyebabkan masuknya patogen ke pakan. Pakan diberikan pada hari pertama
penebaran, menyesuaikan dengan kebiasaan udang yang telah diberi pakan secara
teratur setiap hari di hatchery. Pemberian
pakan disesuaikan dengan ketersediaan pakan alami di tambak dan kondisi
kesehatan udang.
Pemberian pakan pada hari-hari awal, menggunakan takaran
tetap (blind feeding). Untuk populasi
udang sebanyak 100.000 ekor PL, dosis pemberian pakan pada hari pertama
penebaran sebanyak dua kilogram; selanjutnya jumlah pakan ditambah sekitar 400
gram (20 persen) perhari sampai umur 30 hari. Untuk meyakinkan kecukupan dosis
pemberian pakan dapat dilakukan dengan cara mengamati usus udang pada saat
udang sudah dapat diamati dengan menggunakan anco. Apabila usus udang penuh
dengan makanan, berarti dosis yang diberikan telah cukup. Jumlah pakan yang
diberikan sehari-hari tidak boleh melebihi jumlah yang disebutkan dalam tabel
pemberian pakan. Frekuensi pemberian pakan pada udang berumur kurang dari satu
bulan, cukup 2 – 3 kali sehari, karena pakan alami masih cukup tersedia di
tambak. Setelah udang berumur 30 hari maka frekuensi pemberian pakan
ditingkatkan menjadi 4 – 5 kali sehari dengan menggunakan panduan anco untuk
menentukan jumlah pakan. Menggunakan pakan komersil dengan memperhatikan
kandungan gizi pakan, minimal kandungan protein 30%. Usahakan menggunakan pakan
dengan sumber protein dari tepung ikan yang berasal dari kegiatan perikanan
berkelanjutan. Kelebihan jumlah pakan yang ditebar akan memperburuk kualitas
air dan menyebabkan munculnya amoniak serta nitrit yang kurang baik bagi udang;
kadar oksigen juga akan berkurang karena digunakan dalam penguraian bahan
organik.
DAFTAR PUSTAKA
Bahrudin.
2014. Budidaya Udang Vanamei (Tambak Semi
Intensif Dengan Instalasi Pengelohan Air Limbah). WWF Indonesia. Jakarta.
Panjaitan,
A.Suryati. Wartono H. dan Sri H.2014. Pemeliharaan Larva Udang Vaname
(Litopenaeus Vannamei, Boone 1931) Dengan Pemberian Jenis Fitoplankton Yang
Berbeda. Jurnal Manajemen Perikanan dan
Kelautan. 1 (1). 1-12.
Seperti kita tahu frekuensi pemberian pakan udang vannamei ditingkatkan menjadi 4 – 5 kali sehari setelah udang berumur 30 hari dengan Menggunakan pakan komersil dengan memperhatikan kandungan gizi pakan, minimal kandungan protein 30%.
BalasHapusAdakah pakan alternatif untuk udang vannamei yang dapat menurunkan cost agar tidak terlalu besar? jika ada, sebut dan jelaskan!!!
Terima Kasih
Yafi Ibnu Sienna NPM.051 Kelompok 4B
SALAM BAHARI!!!